Keluargaku tidak kaya, tidak juga
sederhana, yah bisa dikatakan kami ini miskin karena banyaknya hutang-hutang
kami diluaran sana. Beberapa hutang-hutang itu sudah terlunasi namun masih
banyak hutang lainnya juga yang belum bisa kami lunasi.
Dulu sebenarnya keluargaku adalah
keluarga yang berkecukupan. Kami bisa membeli apapun yang kami mau tapi
semuanya berubah saat aku jatuh sakit dan harus di operasi dan tak lama setelah
itu ayahku juga sakit stroke maka jadilah keluargaku mengalami keterpurukan
ekonomi.
Saat aku lulus SMA ibu bertekad
sekali memasukan aku di akademi kebidanan, pada waktu itu ibu anggap kebidanan
bisa membawa masa depan yang baik untukku. Ibu terlalu memaksakan kehendaknya
sehingga secara tak sadar bayak uang yang harus dikeluarkan untuk biaya
kuliahku, sampai akhirnya tak ada lagi uang untuk membayar biaya kuliahku
karena terlalu banyaknya hutang dan tak ada lagi orang yang mau meminjami ibuku
uang.
Aku tak pernah menyalahkan ibuku
atas semua itu, hal yang sudah terjadi tak mungkin bisa diulang lagi, tapi aku
selalu yakin bahwa setiap hal yang salah selalu bisa dibenahi, setiap
permasalahan selalu bisa dicarikan solusi.
Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari kuliahku. Saat itu aku baru
semester 3 di Stikes Rajawali Bandung. Aku hanya bilang pada dosen bahwa aku
akan cuti kuliah, mungkin satu atau dua tahun. Tetapi sebenarnya akupun tak
tahu kapan aku bisa melanjutkan studiku lagi.
Kalian tahu, aku tak pernah
menyesal terlahir dari keluarga yang bisa dibilang “Super Complicated” ini,
justru sebaliknya, aku sangat bersyukur atas kehadiran mereka. Segala permasalahan
yang kami hadapi membuat jiwaku lebih matang dalam menghadapi permasalahan
hidup. Cacian dan makian dari mereka yang belum terbayar lunas hutangnya oleh
kami membuat aku menjadi rendah hati untuk menerima segala kritikan yang
menyakitkan.
Justru dari situ aku belajar
bahwa kelak jika aku sudah dewasa aku harus memikirkan untuk menabung sehingga
saat sesuatu terjadi aku tak perlu berhutang. Dan begitu juga aku ajarkan pada
anak-anakku kelak jika ingin hidup enak bukan dengan hutang jalannya, tetapi
dengan ikhtiar. Lebih baik hidup dalam jurang kemiskinan daripada hidup nista
dalam lubang hutang dan cacian orang-orang.
Dari judul tulisan ini aku katakana
kalau “Keluargaku Unik”, ya memang keluarga ini sangat unik. Semua karakter
orang-orang di rumah ini sangat mengasyikan.
Mulai dari Ibuku yang orangnya
pandai bicara dan sangat lucu. Apapun yang dikatakan Ibu meskipun sebenarnya
Beliau sedang marah pasti akan selalu saja terdengar lucu. Mama Uki adalah
sapaan akrab Ibuku di Blok kami. Semua Ibu-ibu di gang rumahku selalu antusias
kalau berbicara dengan Ibu karena ya itu, logat bicara dan ucapan yang
terlontar dari bibir Ibu selalu bisa membuat semua orang tertawa. Sampai-sampai
aku dan adik-adikku selalu bilang kalau “Mama kayak Sule”. J
Ayahku yang saat ini sedang stroke
juga orang yang unik, hmmm..tak tau lah aku harus bilang unik atau aneh. Yang
jelas kalau ada sesuatu yang membuat dia tidak sabaran Ayah akan marah sampai
urat-urat leher dan kepalanya mau copot. Tapi anehnya setelah marah-marah dia
malah cengengesan sendiri, jadi kadang kalau Ibu menghadapi tingkah Ayah saat
sedang marah pasti ibu berkomentar yang membuat kami semua tertawa. Contohnya “Ih..idih…itu
bibirnya di pegangin nanti jatoh kebawah”. Makanya amarah apapun di keluarga
kami tak pernah berlangsung lama.
Adiku Lucky, orangnya super
bandel. Sebenarnya kalau di tela’ah Lucky itu anak yang cerdas. Dia pendengar
yang baik dan pembelajar yang baik. Dia sering bercerita kalau dia sangat
menyukai cerita gurunya tentang nabi-nabi. Lucky sangat suka mendengarkan tapi saying
Lucky sangt kurang berminat dalam hal membaca. Selain itu juga dia pemerhati
yang baik, mengapa akukatakan demikian ? contohnya saja saat aku sedang
menambal ban di tukang tambal ban, pasti Lucky mendekati tukang tambal ban,
memperhatikan kerjanya dan kemanapun tukang tambal ban itu melangkah dia selalu
mengikuti. Mulai dari ambil korek, ambil obeng, ambil palu, dan entahlah ambil
apalagi yang jelas Lucky selalu mengikuti. Tapi sayang, Ibu suka marah-marah
dengan tingkah adiku ini, katanya menjengkelkan. Ibu kurang paham kalau
sebenarnya justru anak seperti ini perlu dibina lebih komprehensif lagi karena
rasa ingin tahunya sangat besar.
Selanjutnya adiku Rio, Rio adalah
adik tertuaku, kelahirannya beda 2 tahun denganku. Semasa kecilnya dia anak
yang selalu dimanja, apapun dibelikan oleh orang tuaku sehingga saat tumbuh
dewasa dia menjadi anak yang nakal dan brutal. Sewaktu SMA misalnya, ada saja
kelakuannya yang membuat kami urut dada. Mulai dari tawuran, maling burung,
maling helm, track liar, dll. Bahkan Ibuku sampai malas kalau disuruh ambil
rapornya ke sekolah atau jadi wali saat menjamin Rio ditahan di kantor polisi
karena terlibat tawuran. Tapi sekarang Rio sudah bekerja dan juga sudah
berkeluarga. Ya, dia menikah lebih dulu ketimbang aku. Tapi aku sangat
bersyukur karena sejak pernikahannya dan dikarunai seorang anak perempuan yang
lucu sifat buruknya perlahan berubah. Rio menjadi sosok yang bertanggung jawab
dan penyayang.
Nah kalau aku, aku itu anak
perempuan yang paling malas di rumah ini. Bahkan lebih malas dIbanding Rio dan
Lucky. Meskipun aku perempuan tapi aku hampir tak pernah melakukan pekerjaan
layaknya seorang perempuan seperti menyapu, mengepel, menggosok baju, mencuci.
Semua pekerjaan itu diambil alih oleh Ibuku dan orang bayaran yang biasanya
melakukan pekerjaan menggosok, memasak, dll. Berbagai alasan selalu dikatakan
ibu jika aku ingin bekerja berat, salah satunya mengacu pada bekas operasi ku
yang sepanjang 18 cm ini, atau juga karena aku sudah lelah mencari uang maka ibu
tak mau membebaniku dengan pekerjaan rumah lagi. Aku juga anak yang paling
egois, semua perkataanku tak boleh dibantah dirumah ini. Entah karena aku anak
pertama, atau karena memang apa yang aku katakan selalu benar atau memang
karena aku yang mensupply perekonomian keluarga ini sehingga mereka tak pernah
membuat aku kecewa. Aku berwatak keras, kalau aku bilang A ya harus A, B ya
harus B. Aku juga orang yang sangat memegang teguh komitmen dan janji sehingga
adik-adikku kerap bilang aku ini keras kepala dan diktator. Bahkan ibu bilang
aku seperti Hitler…hahaha
Alhamdulillah sampai saat ini
keluargaku masih utuh tak kurang satupun. Kami hidup normal, kadang rukun
kadang bertengkar. Kadang rumah ini sepi kadang ramai dengan tawa. Semuan campur
aduk di keluarga ini. Meskipun rumah kami jelak, kotor dan berantakan tapi
orang-orang di rumah ini selalu bisa membuat siapapun nyaman untuk tinggal. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar