Minggu, 30 Agustus 2015

KELUARGAKU UNIK

Keluargaku tidak kaya, tidak juga sederhana, yah bisa dikatakan kami ini miskin karena banyaknya hutang-hutang kami diluaran sana. Beberapa hutang-hutang itu sudah terlunasi namun masih banyak hutang lainnya juga yang belum bisa kami lunasi.
Dulu sebenarnya keluargaku adalah keluarga yang berkecukupan. Kami bisa membeli apapun yang kami mau tapi semuanya berubah saat aku jatuh sakit dan harus di operasi dan tak lama setelah itu ayahku juga sakit stroke maka jadilah keluargaku mengalami keterpurukan ekonomi.
Saat aku lulus SMA ibu bertekad sekali memasukan aku di akademi kebidanan, pada waktu itu ibu anggap kebidanan bisa membawa masa depan yang baik untukku. Ibu terlalu memaksakan kehendaknya sehingga secara tak sadar bayak uang yang harus dikeluarkan untuk biaya kuliahku, sampai akhirnya tak ada lagi uang untuk membayar biaya kuliahku karena terlalu banyaknya hutang dan tak ada lagi orang yang mau meminjami ibuku uang.
Aku tak pernah menyalahkan ibuku atas semua itu, hal yang sudah terjadi tak mungkin bisa diulang lagi, tapi aku selalu yakin bahwa setiap hal yang salah selalu bisa dibenahi, setiap permasalahan selalu bisa dicarikan solusi.  Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari kuliahku. Saat itu aku baru semester 3 di Stikes Rajawali Bandung. Aku hanya bilang pada dosen bahwa aku akan cuti kuliah, mungkin satu atau dua tahun. Tetapi sebenarnya akupun tak tahu kapan aku bisa melanjutkan studiku lagi.
Kalian tahu, aku tak pernah menyesal terlahir dari keluarga yang bisa dibilang “Super Complicated” ini, justru sebaliknya, aku sangat bersyukur atas kehadiran mereka. Segala permasalahan yang kami hadapi membuat jiwaku lebih matang dalam menghadapi permasalahan hidup. Cacian dan makian dari mereka yang belum terbayar lunas hutangnya oleh kami membuat aku menjadi rendah hati untuk menerima segala kritikan yang menyakitkan.
Justru dari situ aku belajar bahwa kelak jika aku sudah dewasa aku harus memikirkan untuk menabung sehingga saat sesuatu terjadi aku tak perlu berhutang. Dan begitu juga aku ajarkan pada anak-anakku kelak jika ingin hidup enak bukan dengan hutang jalannya, tetapi dengan ikhtiar. Lebih baik hidup dalam jurang kemiskinan daripada hidup nista dalam lubang hutang dan cacian orang-orang.
Dari judul tulisan ini aku katakana kalau “Keluargaku Unik”, ya memang keluarga ini sangat unik. Semua karakter orang-orang di rumah ini sangat mengasyikan.
Mulai dari Ibuku yang orangnya pandai bicara dan sangat lucu. Apapun yang dikatakan Ibu meskipun sebenarnya Beliau sedang marah pasti akan selalu saja terdengar lucu. Mama Uki adalah sapaan akrab Ibuku di Blok kami. Semua Ibu-ibu di gang rumahku selalu antusias kalau berbicara dengan Ibu karena ya itu, logat bicara dan ucapan yang terlontar dari bibir Ibu selalu bisa membuat semua orang tertawa. Sampai-sampai aku dan adik-adikku selalu bilang kalau “Mama kayak Sule”. J
Ayahku yang saat ini sedang stroke juga orang yang unik, hmmm..tak tau lah aku harus bilang unik atau aneh. Yang jelas kalau ada sesuatu yang membuat dia tidak sabaran Ayah akan marah sampai urat-urat leher dan kepalanya mau copot. Tapi anehnya setelah marah-marah dia malah cengengesan sendiri, jadi kadang kalau Ibu menghadapi tingkah Ayah saat sedang marah pasti ibu berkomentar yang membuat kami semua tertawa. Contohnya “Ih..idih…itu bibirnya di pegangin nanti jatoh kebawah”. Makanya amarah apapun di keluarga kami tak pernah berlangsung lama.
Adiku Lucky, orangnya super bandel. Sebenarnya kalau di tela’ah Lucky itu anak yang cerdas. Dia pendengar yang baik dan pembelajar yang baik. Dia sering bercerita kalau dia sangat menyukai cerita gurunya tentang nabi-nabi. Lucky sangat suka mendengarkan tapi saying Lucky sangt kurang berminat dalam hal membaca. Selain itu juga dia pemerhati yang baik, mengapa akukatakan demikian ? contohnya saja saat aku sedang menambal ban di tukang tambal ban, pasti Lucky mendekati tukang tambal ban, memperhatikan kerjanya dan kemanapun tukang tambal ban itu melangkah dia selalu mengikuti. Mulai dari ambil korek, ambil obeng, ambil palu, dan entahlah ambil apalagi yang jelas Lucky selalu mengikuti. Tapi sayang, Ibu suka marah-marah dengan tingkah adiku ini, katanya menjengkelkan. Ibu kurang paham kalau sebenarnya justru anak seperti ini perlu dibina lebih komprehensif lagi karena rasa ingin tahunya sangat besar.
Selanjutnya adiku Rio, Rio adalah adik tertuaku, kelahirannya beda 2 tahun denganku. Semasa kecilnya dia anak yang selalu dimanja, apapun dibelikan oleh orang tuaku sehingga saat tumbuh dewasa dia menjadi anak yang nakal dan brutal. Sewaktu SMA misalnya, ada saja kelakuannya yang membuat kami urut dada. Mulai dari tawuran, maling burung, maling helm, track liar, dll. Bahkan Ibuku sampai malas kalau disuruh ambil rapornya ke sekolah atau jadi wali saat menjamin Rio ditahan di kantor polisi karena terlibat tawuran. Tapi sekarang Rio sudah bekerja dan juga sudah berkeluarga. Ya, dia menikah lebih dulu ketimbang aku. Tapi aku sangat bersyukur karena sejak pernikahannya dan dikarunai seorang anak perempuan yang lucu sifat buruknya perlahan berubah. Rio menjadi sosok yang bertanggung jawab dan penyayang.
Nah kalau aku, aku itu anak perempuan yang paling malas di rumah ini. Bahkan lebih malas dIbanding Rio dan Lucky. Meskipun aku perempuan tapi aku hampir tak pernah melakukan pekerjaan layaknya seorang perempuan seperti menyapu, mengepel, menggosok baju, mencuci. Semua pekerjaan itu diambil alih oleh Ibuku dan orang bayaran yang biasanya melakukan pekerjaan menggosok, memasak, dll. Berbagai alasan selalu dikatakan ibu jika aku ingin bekerja berat, salah satunya mengacu pada bekas operasi ku yang sepanjang 18 cm ini, atau juga karena aku sudah lelah mencari uang maka ibu tak mau membebaniku dengan pekerjaan rumah lagi. Aku juga anak yang paling egois, semua perkataanku tak boleh dibantah dirumah ini. Entah karena aku anak pertama, atau karena memang apa yang aku katakan selalu benar atau memang karena aku yang mensupply perekonomian keluarga ini sehingga mereka tak pernah membuat aku kecewa. Aku berwatak keras, kalau aku bilang A ya harus A, B ya harus B. Aku juga orang yang sangat memegang teguh komitmen dan janji sehingga adik-adikku kerap bilang aku ini keras kepala dan diktator. Bahkan ibu bilang aku seperti Hitler…hahaha
Alhamdulillah sampai saat ini keluargaku masih utuh tak kurang satupun. Kami hidup normal, kadang rukun kadang bertengkar. Kadang rumah ini sepi kadang ramai dengan tawa. Semuan campur aduk di keluarga ini. Meskipun rumah kami jelak, kotor dan berantakan tapi orang-orang di rumah ini selalu bisa membuat siapapun nyaman untuk tinggal. J

Tidak ada komentar: