20 Agustus 2015
Bulan Juli lalu seseorang
mengajaku “Bertaaruf”. Sebuah kisah pendek yang selalu membuat aku tersenyum
jika mengingatnya J
Aku mengenalnya di awal tahun
2014, kira-kira begitulah yang dikatakan Facebook saat aku melihat tanggal
pertemanan kami…Januari 2014. Mungkin lebih awal dari bulan itu, tapi aku lupa
tepatnya bulan apa aku mengenalnya.
Aku mengenalnya saat adikku yang
super bandel akan mengikuti pendidikan di kementrian sosial di daerah Bogor.
Saat itu dia, si Manusia Berwajah Malaikat, juga tergabung dalam regu yang akan
mengikuti program pemerintah ini. Sebenarnya orang pertama yang mengenalnya
adalah ibuku. Di hari pertama perkumpulan anggota regu ini ibuku ikut mengantar
adikku Rio ke Kantor Kelurahan, disitu ibuku melihatnya pertama kali. Sepulang
dari pertemuan ini ibu memberitahuku bahwa baru saja dia melihat anak yang
sangat tampan dan bersih dalam regu yang akan dikirim ke Bogor ini. Ibu bilang
orangnya sangat ramah, murah senyum dan wajahnya sangat tampan. Ibu
sampai-sampai berani bertaruh kalau aku pasti akan menyukainya.
Waktu itu aku adalah anak gadis
yang sangat dingin, yang ada dipikiranku hanya bekerja dan belajar. Hanya fokus
pada Pekerjaan di Perusahaan dan Kuliah di Fakultas Hukum, maklum aku karyawan
yang kerja sambil kuliah. Sulit bagiku untuk menaruh rasa cinta pada lelaki,
karena bagiku saat itu lelaki bukanlah sosok yang sangat penting dalam hidup.
Hingga pada suatu malam ibu
mengundangnya ke rumah dengan alasan ingin bicara banyak seputar program dan
ingin menitipkan adikku yang super nakal. Akhirnya tepat setelah sholat Isa di
Masjid selesai, dia datang kerumahku dengan seorang temannya. Saat itu aku
sedang tiduran di kamar dan membalas pesan-pesan yang masuk di HP ku. Ibu
menyuruhku keluar untuk berkenalan dengan dia.
Dan benar saja, saat aku pertama
kali melihatnya…Ya Allah tampan sekali dia…haha, itu adalah kata-kata yang
terucap dalam lubuk hatiku saat itu. Aku langsung duduk spontan di kursi dan
sok akrab bicara soal adikku dan program ke Bogor itu, padahal sebelumnya aku
Masa Bodo dengan apa yang akan dilakukan adikku dan programnya. Tahu tidak apa
yang aku lakukan saat duduk dihadapannya ? haha…sebenarnya aku tak terlalu
peduli dengan apa yang dia jelaskan, aku terlalu fokus dengan wajah tampannya.
Bibir, mata, alis, kulitnya yang halus seperti kulit bayi, aku perhatikan
semuanya. Konyol ya J
Kurang lebih 2 jam aku, ibu, dia
dan temannya berbincang-bincang sampai akhirnya dia pulang karena waktu juga
sudah menunjukan hampir pukul 10 malam. Saat dia pulang ibu langsung bilang
padaku “benarkan anaknya ganteng banget ?”, tapi bagaimanpun juga aku harus
tetap menjaga image sehingga aku menjawab “ah…biasa saja, hanya karena dia
putih dan mulus ibu bilang dia ganteng kan.” Selanjutnya aku tak mau lagi
berargumen mengenai dia dengan ibu dan aku putuskan kembali ke HP ku.
Ya begitulah kira-kira pertama
kali aku mengenalnya J
Waktu tak terasa 1 tahun lebih
sudah terlewati sejak aku mengenalnya. Dia sudah berkunjung ke rumahku kurang
lebih 5 kali, hmm…tak banyak memang tapi beberapa pertemuan yang sangat
berkesan.
Aku sering SMSan dengan dia,
Chating via Whatsapp, Line dan juga Facebook. Bicara apapun yang masih bisa
dibicarakan. Kadang dia yang memulai untuk menyapaku, kadang juga aku yang
mulai menyapanya duluan.
Dia itu sosok yang unik buatku,
jika kami berbicara face to face dia adalah orang yang sangat menyenangkan,
memperhatikan, mendengarkan dan merespon percakapan kami dengan sangat baik.
Namun saat berbicara di dunia maya, perkataanya sangat sulit untuk dimengerti.
Segala hal dia hubungkan dengan Allah, Rasul, Hadist. Yah memang bagus sih,
tapi kan tak semua orang memiliki pemahaman agama yang sama, apalagi wanita
sepertiku yang di besarkan dengan pemahaman agama secukupnya.
Untuk memahami perkataanya di
chat room aku harus memutar otak 360°, ya karena dia menggunakan bahasa
layaknya filsafat. Itulah sebabnya aku lebih senang jika kami berbicara face to
face, selain semuanya lebih jelas dan mudah dipahami juga lebih leluasa bagiku
untuk memandang wajah itu.
Aku selalu berpikir aku seperti
wanita yang keterlaluan mencintai seseorang yang mungkin saja tidak
mencintaiku. Mungkin saja dia menganggapku hanya sebatas teman, tak lebih.
Mungkin saja dia datang ke rumah hanya karena ingin silaturahmi dengan ibuku,
toh ibuku adalah orang yang lebih dulu mengenalnya. Semua kemungkinan ini yang
akhirnya membuat aku memutuskan untuk menghindarinya. Karena aku tak siap Patah
Hati…lagi.
3 hari setelah Hari Raya Idul
Fitri 17 Juni 2015, dia mengirimiku pesan di Facebook. Lebih tepatnya dia
membalas pesan “Minal Aidzin Wal Faidzin” yang aku kirimkan terlebih dulu. Saat
itu dia sedang ada di kampung halamannya di Klaten. Sebuah kata yang
berbelit-belit tapi bisa dicerna oleh otakku yang membacanya. Sebuah kumpulan
kata yang menyimpulkan bahwa dia menyukaiku.
Akunpun tak langsung membalas
dengan sebuah jawaban, tapi aku membalasnya dengan kata “itu ungkapan atau
doa?” dan dia menjawab “Keduanya. Sendainya kamu juga memiliki perasaan yang
sama” … J J J ya Allah sebuah
pertanyaan yang jelas saja akan aku jawab “Iya.”
Sejak saat itu semuanya menjadi
jelas, perasaanku selama ini tak salah, dia menyukaiku dan begitu juga aku
menyukainya.
Setelah itu dia menawarkanku
untuk “Taaruf”, sungguh polos aku waktu itu, aku tak tahu apa arti Taaruf, aku
kira itu sama artinya dengan berpacaran. Sehingga aku langsung saja bilang
“Iya”. Sejam kemudian aku mulai berpikir tentang arti Taaruf, akhirnya aku
menanyakan pada temanku yang pemahaman agamanya bagus. Temanku bilang Taaruf
adalah pacaran setelah menikah.
Whatttttttttttzzzzzz ?...yang
benar saja, dia mengajakku untuk menikah ? Ya Allah entah ini anugerah atau godaan.
Dengan polosnya aku pura-pura
bertanya padanya tentang arti Taaruf, bodoh memang, tapi aku tak tahu harus
melakukan apa lagi untuk membuat hatiku yakin bahwa makna Taaruf adalah yang
seperti temanku bilang. Dan benar saja, dia bilang kalau Taaruf adalah saling
mengenalkan kedua orang tua untuk menjelaskan kekurangan pasangan agar kelak
tak menyesal setelah menikah.
Ya Allah…ini adalah sebuah
anugerah yang luar biasa yang pernah aku dapat, tapi akupun bingung dengan
ajakannya karena aku menpunyai sebuah janji pada kehidupan. Sebuah janji yang
sangat sulit aku langgar. Janji untuk menikah di umur 28 tahun karena beberapa
pertimbangan…
- Ingin adikku yang paling kecil lulus SMA dulu sehingga aku bisa fokus membiayai sekolahnya
- Ingin giat bekerja untuk bisa melunasi semua hutang-hutang keluarga kami diluar sana
Dua alasan itu membuat aku berat
untuk menerima ajakannya. Hingga aku memberikan alasan kalau aku perlu
menyelesaikan kuliah Hukumku dulu, aku tak ingin kuliahku berhenti lagi seperti
saat aku kuliah di Kebidanan tahun lalu yang harus terhenti karena keluargaku
jatuh miskin terjerat hutang.
Dia adalah manusia paling lembut,
baik, tampan dan pengertian. Dia mensupport segala yang aku lakukan termasuk
juga keputusanku untuk menunda ajakannya.
Hmm…saat ini akupun tak tahu
apakah perasaan kami bisa bertahan seiring bergulirnya. Aku hanya bisa
mencintainya dalam sabar. Kalaupun seandainya dia bukan jodohku, taka apa,
karena aku yakin Allah pasti memberikan wanita terbaik untuk menemani hidupnya.
Karena Allah sangat mencintai makhluk sepertinya. Pria tampan yang rajin
ibadah, ramah, sopan dan lagi santun.
Jika mengingat wajahnya membuat
aku teringat dengan sebuah artikel dari sebuah website mengenai golongan orang
yang akan dilindungi awan sejuk di padang mashsyar kelak saat Hari Pembalasan.
Dan salah satu orang yang akan dilindungi oleh Allah adalah Malaikat yang
berwajah Manusia di bumi ini.
Ya…Malaikat Berwajah Manusia. Dan
aku langsung terpikir wajahnya, perilaku sopannya dan namanya…Mas Bagus, begitulah
aku sering memangilnya. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar