Jumat, 21 Agustus 2015

MALAIKAT BERWAJAH MANUSIA

20 Agustus 2015

Bulan Juli lalu seseorang mengajaku “Bertaaruf”. Sebuah kisah pendek yang selalu membuat aku tersenyum jika mengingatnya J

Aku mengenalnya di awal tahun 2014, kira-kira begitulah yang dikatakan Facebook saat aku melihat tanggal pertemanan kami…Januari 2014. Mungkin lebih awal dari bulan itu, tapi aku lupa tepatnya bulan apa aku mengenalnya.

Aku mengenalnya saat adikku yang super bandel akan mengikuti pendidikan di kementrian sosial di daerah Bogor. Saat itu dia, si Manusia Berwajah Malaikat, juga tergabung dalam regu yang akan mengikuti program pemerintah ini. Sebenarnya orang pertama yang mengenalnya adalah ibuku. Di hari pertama perkumpulan anggota regu ini ibuku ikut mengantar adikku Rio ke Kantor Kelurahan, disitu ibuku melihatnya pertama kali. Sepulang dari pertemuan ini ibu memberitahuku bahwa baru saja dia melihat anak yang sangat tampan dan bersih dalam regu yang akan dikirim ke Bogor ini. Ibu bilang orangnya sangat ramah, murah senyum dan wajahnya sangat tampan. Ibu sampai-sampai berani bertaruh kalau aku pasti akan menyukainya.

Waktu itu aku adalah anak gadis yang sangat dingin, yang ada dipikiranku hanya bekerja dan belajar. Hanya fokus pada Pekerjaan di Perusahaan dan Kuliah di Fakultas Hukum, maklum aku karyawan yang kerja sambil kuliah. Sulit bagiku untuk menaruh rasa cinta pada lelaki, karena bagiku saat itu lelaki bukanlah sosok yang sangat penting dalam hidup.

Hingga pada suatu malam ibu mengundangnya ke rumah dengan alasan ingin bicara banyak seputar program dan ingin menitipkan adikku yang super nakal. Akhirnya tepat setelah sholat Isa di Masjid selesai, dia datang kerumahku dengan seorang temannya. Saat itu aku sedang tiduran di kamar dan membalas pesan-pesan yang masuk di HP ku. Ibu menyuruhku keluar untuk berkenalan dengan dia.
Dan benar saja, saat aku pertama kali melihatnya…Ya Allah tampan sekali dia…haha, itu adalah kata-kata yang terucap dalam lubuk hatiku saat itu. Aku langsung duduk spontan di kursi dan sok akrab bicara soal adikku dan program ke Bogor itu, padahal sebelumnya aku Masa Bodo dengan apa yang akan dilakukan adikku dan programnya. Tahu tidak apa yang aku lakukan saat duduk dihadapannya ? haha…sebenarnya aku tak terlalu peduli dengan apa yang dia jelaskan, aku terlalu fokus dengan wajah tampannya. Bibir, mata, alis, kulitnya yang halus seperti kulit bayi, aku perhatikan semuanya. Konyol ya J

Kurang lebih 2 jam aku, ibu, dia dan temannya berbincang-bincang sampai akhirnya dia pulang karena waktu juga sudah menunjukan hampir pukul 10 malam. Saat dia pulang ibu langsung bilang padaku “benarkan anaknya ganteng banget ?”, tapi bagaimanpun juga aku harus tetap menjaga image sehingga aku menjawab “ah…biasa saja, hanya karena dia putih dan mulus ibu bilang dia ganteng kan.” Selanjutnya aku tak mau lagi berargumen mengenai dia dengan ibu dan aku putuskan kembali ke HP ku.

Ya begitulah kira-kira pertama kali aku mengenalnya J

Waktu tak terasa 1 tahun lebih sudah terlewati sejak aku mengenalnya. Dia sudah berkunjung ke rumahku kurang lebih 5 kali, hmm…tak banyak memang tapi beberapa pertemuan yang sangat berkesan.

Aku sering SMSan dengan dia, Chating via Whatsapp, Line dan juga Facebook. Bicara apapun yang masih bisa dibicarakan. Kadang dia yang memulai untuk menyapaku, kadang juga aku yang mulai menyapanya duluan.

Dia itu sosok yang unik buatku, jika kami berbicara face to face dia adalah orang yang sangat menyenangkan, memperhatikan, mendengarkan dan merespon percakapan kami dengan sangat baik. Namun saat berbicara di dunia maya, perkataanya sangat sulit untuk dimengerti. Segala hal dia hubungkan dengan Allah, Rasul, Hadist. Yah memang bagus sih, tapi kan tak semua orang memiliki pemahaman agama yang sama, apalagi wanita sepertiku yang di besarkan dengan pemahaman agama secukupnya.

Untuk memahami perkataanya di chat room aku harus memutar otak 360°, ya karena dia menggunakan bahasa layaknya filsafat. Itulah sebabnya aku lebih senang jika kami berbicara face to face, selain semuanya lebih jelas dan mudah dipahami juga lebih leluasa bagiku untuk memandang wajah itu.

Aku selalu berpikir aku seperti wanita yang keterlaluan mencintai seseorang yang mungkin saja tidak mencintaiku. Mungkin saja dia menganggapku hanya sebatas teman, tak lebih. Mungkin saja dia datang ke rumah hanya karena ingin silaturahmi dengan ibuku, toh ibuku adalah orang yang lebih dulu mengenalnya. Semua kemungkinan ini yang akhirnya membuat aku memutuskan untuk menghindarinya. Karena aku tak siap Patah Hati…lagi.

3 hari setelah Hari Raya Idul Fitri 17 Juni 2015, dia mengirimiku pesan di Facebook. Lebih tepatnya dia membalas pesan “Minal Aidzin Wal Faidzin” yang aku kirimkan terlebih dulu. Saat itu dia sedang ada di kampung halamannya di Klaten. Sebuah kata yang berbelit-belit tapi bisa dicerna oleh otakku yang membacanya. Sebuah kumpulan kata yang menyimpulkan bahwa dia menyukaiku.

Akunpun tak langsung membalas dengan sebuah jawaban, tapi aku membalasnya dengan kata “itu ungkapan atau doa?” dan dia menjawab “Keduanya. Sendainya kamu juga memiliki perasaan yang sama” … J J J ya Allah sebuah pertanyaan yang jelas saja akan aku jawab “Iya.”
Sejak saat itu semuanya menjadi jelas, perasaanku selama ini tak salah, dia menyukaiku dan begitu juga aku menyukainya.

Setelah itu dia menawarkanku untuk “Taaruf”, sungguh polos aku waktu itu, aku tak tahu apa arti Taaruf, aku kira itu sama artinya dengan berpacaran. Sehingga aku langsung saja bilang “Iya”. Sejam kemudian aku mulai berpikir tentang arti Taaruf, akhirnya aku menanyakan pada temanku yang pemahaman agamanya bagus. Temanku bilang Taaruf adalah pacaran setelah menikah.

Whatttttttttttzzzzzz ?...yang benar saja, dia mengajakku untuk menikah ? Ya Allah entah ini anugerah atau godaan.

Dengan polosnya aku pura-pura bertanya padanya tentang arti Taaruf, bodoh memang, tapi aku tak tahu harus melakukan apa lagi untuk membuat hatiku yakin bahwa makna Taaruf adalah yang seperti temanku bilang. Dan benar saja, dia bilang kalau Taaruf adalah saling mengenalkan kedua orang tua untuk menjelaskan kekurangan pasangan agar kelak tak menyesal setelah menikah.

Ya Allah…ini adalah sebuah anugerah yang luar biasa yang pernah aku dapat, tapi akupun bingung dengan ajakannya karena aku menpunyai sebuah janji pada kehidupan. Sebuah janji yang sangat sulit aku langgar. Janji untuk menikah di umur 28 tahun karena beberapa pertimbangan…

  1.  Ingin adikku yang paling kecil lulus SMA dulu sehingga aku bisa fokus membiayai sekolahnya
  2.  Ingin giat bekerja untuk bisa melunasi semua hutang-hutang keluarga kami diluar sana

Dua alasan itu membuat aku berat untuk menerima ajakannya. Hingga aku memberikan alasan kalau aku perlu menyelesaikan kuliah Hukumku dulu, aku tak ingin kuliahku berhenti lagi seperti saat aku kuliah di Kebidanan tahun lalu yang harus terhenti karena keluargaku jatuh miskin terjerat hutang.

Dia adalah manusia paling lembut, baik, tampan dan pengertian. Dia mensupport segala yang aku lakukan termasuk juga keputusanku untuk menunda ajakannya.

Hmm…saat ini akupun tak tahu apakah perasaan kami bisa bertahan seiring bergulirnya. Aku hanya bisa mencintainya dalam sabar. Kalaupun seandainya dia bukan jodohku, taka apa, karena aku yakin Allah pasti memberikan wanita terbaik untuk menemani hidupnya. Karena Allah sangat mencintai makhluk sepertinya. Pria tampan yang rajin ibadah, ramah, sopan dan lagi santun.

Jika mengingat wajahnya membuat aku teringat dengan sebuah artikel dari sebuah website mengenai golongan orang yang akan dilindungi awan sejuk di padang mashsyar kelak saat Hari Pembalasan. Dan salah satu orang yang akan dilindungi oleh Allah adalah Malaikat yang berwajah Manusia di bumi ini.


Ya…Malaikat Berwajah Manusia. Dan aku langsung terpikir wajahnya, perilaku sopannya dan namanya…Mas Bagus, begitulah aku sering memangilnya. J

Tidak ada komentar: