Jumat, 21 Agustus 2015

SEPOTONG KEHIDUPAN

20 Agustus 2015

Aku tak tahu harus memulainya dari mana…

Teringat pepatah “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”

Aku akan mengawali tulisan ini dari semua kesakitan yang pernah aku alami J

Saat ini, saat aku menulis cerita ini, sebenarnya aku sedang dihadapkan pada 2 pilihan yang mungkin teramat sulit untuk diputuskan oleh semua wanita. Seminggu lalu aku baru saja didiagnosa menderita tumor ganas, yang bisa dikatakan ini adalah kanker. Tumor yang tumbuh di tempat yang sama seperti 5 tahun lalu, hanya…kali ini dokter bilang yang aku derita tak sama resikonya seperti  5 tahun lalu saat aku di operasi.

Kisat Ovarium Ganas. Begitu kata dokter saat berbicara setelah menscan isi perutku dengan mesin USG. 2 pilihan yang diberikan jika aku masin ingin hidup adalah…
Pertama, tumor ganas ini bisa saja diambil, ovariumku masih bisa di sisakan agar kelak aku masih bisa melahirkan anak (itupun jika ovariumku masih dalam kondisi baik). Tapi setelah operasi selesai aku harus menjalankan kemoterapi, hal ini untuk membunuh sel-sel kanker yang ada di ovariumku, dan terutama untuk mencegah tumor ini datang kembali. Saat dokter menawarkanku Kemoterapi kata yang pertama aku ucapkan “itu tandanya aku harus kehilangan semua rambutku ?”, meskipun dia bilang rambutku bisa tumbuh lagi tapi aku yakin pasti keadaanku tak akan sama seperti sebelumnya.
Kedua, jika diindikasikan ovariumku sudah tidak mungkin bisa dipertahankan maka resikonya harus dibuang. Karena aku sudah kehilangan ovarium sebelah kiriku maka jika yang kanan juga harus dibuang kemungkinan aku akan mengalami menopause, selamanya. Rahimku harus dibuang, semua.
Pilihan yang sangat sulit, bagiku.

Semakin hari diameter perutku semakin membesar, lingkar pinggangku lebih lebar dibanding lingkar dadaku, yang artinya siapapun yang melihatku pasti akan menyangka aku sedang hamil atau mengandung seorang bayi.

Aku berada dalam kesakitan, mungkin juga bisa dibilang dalam kategori SEKARAT.

Setiap hari aku harus menempuh jarak ke kantor dengan menggunakan motor dan melewati jalan yang berbatu, saat melewati jalanan seperti ini aku merasa seperti seseorang sedang meninju perut bagian bawahku…sakit sekali. Tapi bagiku rasa sakit ini masih dalam batas yang bisa aku tahan. Bagiku melihat air mata ibuku jatuh dari pelupuk matanya jauh lebih sakit dibanding rasa sakit karena penyakit ini.

Setiap aku minum air, tak selang berapa lama pasti aku membuangnya dalam bentuk urin. Dokter bilang karena kandung kemihku tertekan tumor sebesar 12x10 cm ini makanya kandung kemihku tak bisa menampung banyak air. Bahkan mungkin jika aku terus bersikeras menunda pengobatanku mungkin selanjutnya ada bagian organ lain juga yang akan rusak karena tak menjalankan fungsinya dengan baik, seperti kandung kemih ini.

Bahkan saat aku duduk terlalu lamapun punggungku akan terasa sakit, nyeri, seperti digigit serangga. Mungkin karena perutku menopang beban yang berat makan punggungku membengkok tak sewajarnya.

Bisa dikatakan apa yang aku alami saat ini sama seperti gejala orang yang sedang hamil 6 atau 7 bulan. Hanya bedanya isi perutku dan ibu hamil berbeda.
Sebenarnya akupun tak ingin menunda pengobatan, namun saat aku konsultasi dengan dr Imam Rasjidi, SpOG,. Onk, beliau tak mau mengoperasi dengan fasilitas BPJS, kalaupun harus dengan BPJS maka harus menggunakan yang Top Up atau Kelas VIP, yang saat aku tanya ke bagian BPJS di RS Usada Insani Tangerang keseluruhan biayanya Rp 40.000.000,- dan yang akan ditanggung BPJS hanya Rp 9.000.000,-. Buat orang yang berasal dari keluarga serba kurang sepertiku ini mendapatkan tambahan uang Rp 31.000.000,- bukanlah perkara yang mudah. Apalagi dengan kondisi ekonomi keluargaku yang saat ini sedang terlilit hutang.

dr Imam Rasjidi menyarankan jika memang ingin menggunakan kelas 3 (kelas terendah di RS) harus menggunakan pelayanan umum dimana biaya tindakannya saja Rp 23.000.000,- dan biaya inap kamar Rp 130.000,-/malam, itupun belum termasuk biaya obat dan kunjungan dokter. Sehingga jika ditotal maka aku setidaknya membutuhkan Rp 30.000.000,- untuk bisa operasi dengan fasilitas kelas 3.

Huft…bagiku tak ada bedanya apakah menggunakan layanan BPJS ataupun Uang Pribadi. Sebuah angka Rupiah yang tak mungkin terjangkau dalam waktu singkat.
Entahlah seperti apa pola pikir dokter di Indonesia ini, apakah sebuah nyawa tak berharga, apakah uang lebih utama, apakah ini salah satu cara untuk mengurangi jumlah populasi penduduk  Indonesia yang sedang meledak.


Benar-benar sepotong kehidupan yang sulit bagiku yang baru berumur 22 tahun saat ini.

Tidak ada komentar: